Pages

Rabu, 24 Februari 2010

about photograph :)

Posted by : Fathia Zata Dini di 09.10 0 Comments

Langkah langkah Belajar fotografi dari nol

Belajar digital fotografi adalah sesuatu yang kompleks. Maka dari itu banyak orang mungkin kebingungan bagaimana cara belajarnya.. harus memulai darimana? nah post ini berupaya untuk memberikan langkah-langkah praktis dalam belajar fotografi.

Pertama-tama kita memerlukan kamera. Berdasarkan ukuran sensor, kamera terbagi dua, kamera saku dan kamera DSLR. Lalu apa bedanya kamera saku dan kamera DSLR? Saya cuma mampu membeli kamera saku, apakah saya tidak bisa belajar fotografi dengan kamera saku? Jangan takut, meski murah, kamera saku memiliki kelebihan tersendiri dan jangan jadikan halangan untuk belajar fotografi.

Kedua kita perlu belajar tentang eksposur cahaya. Inti dari fotografi adalah eksposur, atau total cahaya yang masuk ke dalam sensor peka cahaya. Karena cahaya tersebutlah, foto itu terbentuk. Peran kita sebagai fotografer adalah mengendalikan jumlah cahaya yang masuk dengan mengubah besarnya bukaan lensa, kecepatan rana dan ISO. Tiga elemen ini saya sebut sebagai segitiga emas fotografi.

Ketiga, kita tentu harus mempelajari kamera kita, terutama mode*nya pengukuran cahaya (metering) dan auto fokus.

Keempat, kita perlu tahu apa itu kedalaman fokus (depth of field) dan apa faktor-faktornya.

Kelima, kita harus tau bagaimana mengambil gambar yang tajam dan tidak kabur.

Keenam, kita harus mempelajari komposisi foto yang baik dan menarik.

Ketujuh, kita harus mempelajari karakter cahaya terutama arah dan intensitas cahaya.

Kedelapan, kita harus belajar antisipasi dan mengambil foto pada waktu yang tepat.

Kesembilan, kita harus belajar bercerita lewat foto, entah dengan satu foto atau satu seri foto.

Kesepuluh, kita harus belajar mengolah foto dengan efek digital. Olah foto di era digital mudah dipelajari dan membuka bab baru dalam fotografi digital.

Demikian kira-kira runtutan belajar fotografi untuk pemula. Seperti yang Anda lihat, masih banyak tulisan yang saya bisa bahas dari tiap langkah tersebut. Fotografi merupakan ilmu yang berkembang begitu pesat dan tidak ada habisnya, namun bila menemui kesulitan, harap jangan menyerah dan pelajari dan terus praktekkan .


Tipe Fotografer

Sudah merupakan sifat alami manusia untuk memilah-milah dan mengkategorikan mahkluk hidup, benda mati dan sebagainya tidak terkecuali fotografer. Dalam dunia fotografi internasional dikenal beberapa istilah atau jenis fotografer menurut saya.

Amatir (Amateur)
Fotografer amatir adalah fotografer yang mencintai (passionate about) fotografi. Fotografer amatir tidak dibayar untuk berkarya, tapi karya mereka sering lebih baik daripada yang dibayar. Fotografer amatir sebagian besar tidak mendapat pendidikan fotografi secara formal. Mereka mendapatkan pengetahuan fotografi secara

informal seperti dari teman, buku, internet dan sebagainya.

Profesional
Fotografer profesional adalah fotografer yang dibayar untuk melakukan tugas tertentu (assignment). Pekerjaan utama fotografer ini adalah fotografi. Tugas-tugas fotografer profesional antara lain seperti iklan, fashion, potret, produk atau event seperti pernikahan, ulang tahun dan sebagainya.

Banyak anggapan bahwa karya fotografer profesional pasti baik, tapi hal ini tidak tentu benar, karena karya fotografer dipengaruhi oleh keinginan pelanggan atau klien. Fotografer profesional juga tidak tentu memakai

peralatan fotografi yang termahal. Mereka sangat mempertimbangkan ROI (return of investment). Apakah pembelian alat baru dapat meningkatkan daya saing atau penghasilan mereka? Bila tidak, mereka akan tetap mengunakan peralatan fotografi yang telah mereka miliki.

Teknikal
Fotografer ini lebih fokus di dalam mendokumentasi foto apa adanya daripada nilai seni. Contohnya adalah foto astronomi misalnya bulan, bintang, etc, foto makro / close up benda-benda kecil seperti barang-barang antik, batu mineral, kereta api dan sebagainya.

Casual / sehari-hari
Ini termasuk semua orang yang memiliki kamera dan mendokumentasikan momen dalam bentuk foto

. Fotografer casual tidak memiliki pendidikan formal/informal tentang fotografi, contohnya seperti ibu yang mengambil foto anaknya. Atau seorang remaja mengambil foto temannya. Sebagian besar fotografer casual mengunakan kamera saku atau telepon selular.

Bukan fotografer
Orang yang bukan fotografer adalah orang yang tidak memiliki kamera atau alat untuk merekam gambar, atau orang yang memiliki kamera, tapi tidak pernah/hampir tidak pernah mengunakannya untuk mengambil foto dengan tujuan artistik maupun komunikasi. Mereka biasanya lebih tertarik untuk mengkoleksi alat fotogr

afi atau melakukan pengukuran alat fotografi dan membandingkannya dengan alat fotografi lainnya.

Inilah empat kategori utama yang saya piker mewakili komunitas fotografi saat ini. Bila Anda memiliki tambahan, silahkan menambahkan atau memberikan pandangan.


Belajar Fotografi

Meskipun cukup rumit, fotografi bisa dipelajari siapa saja, tua maupun muda, lelaki maupun perempuan, orang barat maupun timur. Ada beberapa jalur dalam belajar fotografi tapi yang populer yaitu jalur formal atau pendidikan, dan jalur informal yaitu secara otodidak.

Jalur pendidikan formal yaitu mempelajari fotografi di sekolah atau kuliah. Jalur pendidikan informal yaitu

mempelajari fotografi dengan usaha sendiri, misalnya belajar dari orang yang lebih menguasai fotografi, membaca buku, atau dengan latihan sendiri.

Lalu jalur mana yang terbaik? Sulit menentukan yang terbaik untuk setiap orang. Menurut fakta di lapangan, jalur apapun bisa mengantar Anda menjadi fotografer yang mahir namun Anda perlu mengetahui kelebihan dan kekurangan tiap jalur sehingga bisa memilih yang paling cocok untuk Anda.

Jalur pendidikan formal biasanya memerlukan biaya cukup besar dan waktu yang tidak fleksibel. Tetapi banyak kelebihan dalam menempuh pendidikan formal dalam fotografi. Pertama, Anda memiliki seorang mentor/guru

yang dapat membimbing Anda sehingga proses belajar menjadi lebih efektif. Kedua, Anda dituntut disiplin dalam mengerjakan tugas. Ketiga, Anda akan belajar tentang konsep dan sejarah fotografi. Mungkin hal terakhir ini yang membedakan antara fotografer yang belajar di jalur formal dan informal. Dengan menguasai konsep fotografi dan memahami sejarah fotografi, hasil karya akan lebih efektif mengkomunikasikan atau mengekspresikan apa yang ingin Anda sampaikan. Selain itu Anda juga dapat mengapresiasi karya fotografer lain.

Jalur pendidikan informal merupakan jalur yang sangat populer karena tidak diperlukan biaya dan waktu belajar fleksibel tergantung dari banyaknya waktu yang kita miliki. Fotografer yang belajar secara otodidak


menghabiskan waktu untuk latihan foto sendiri, membaca buku / artikel di internet atau belajar dari teman atau klub fotografi. Kelemahan jalur ini adalah kecenderungan kita menjadi tidak disiplin, tidak ada guru pembimbing sehingga bila kita kesulitan, relatif sulit mencari bantuan. Ketiadaan guru juga menjadi masalah ketika kita harus evaluasi karya foto kita. Maka dari itu pentingnya menjadi mentor, seorang yang lebih ahli dari kita untuk membantu perkembangan ilmu fotografi kita.

Karena dalam jalur informal kita dapat memilih jenis fotografi yang kita suka secara langsung, maka waktu belajar menjadi lebih efisien dan kita lebih terasah dalam belajar bidang tersebut. Sedangkan dalam jalur informal, kita diharuskan untuk belajar berbagai jenis fotografi tidak peduli apakah kita menyukai jenis fotografi tersebut atau tidak. Contohnya, kita menyukai foto potret, tapi dalam kelas fotografi, kita juga diharuskan untuk belajar foto produk dan foto makro.

Selain jalur diatas, kita juga bisa belajar fotografi dengan menghadiri workshop dan seminar fotografi untuk mengisi apa yang kurang dari ilmu fotografi kita. Belajar dari jalur ini kurang lebih merupakan campuran dari jalur formal dan informal. Yang perlu diperhatikan bagi yang menyukai workshop dan seminar adalah materi acara dan reputasi pembicara. Banyak event organizer yang menyelenggarakan workshop dan seminar dengan tujuan mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya sehingga kualitas materi dan pembicaranya jauh dari standar. Selain itu, kadangkala, workshop diadakan untuk memamerkan karya fotografer, bukan untuk mendidik sehingga setelah selesai mengikuti workshop, peserta tidak merasa mendapatkan ilmu baru. Untuk itulah diperlukan penelitian terlebih dahulu sebelum mengikuti workshop atau seminar, sehingga Anda mendapatkan apa yang Anda inginkan, baik ilmu maupun sumber inspirasi.

Lalu jalur pendidikan mana yang paling ideal? Setiap orang memiliki interes yang berbeda-beda dan memiliki kebutuhan khusus. Saya harapkan dengan adanya artikel ini dapat membantu menentukan jalur pendidikan yang paling cocok untuk Anda.

Ingin kelihatan seperti fotografer profesional ?

Terkadang saya suka heran mengapa banyak fotografer amatir atau bahkan pemula ingin terlihat seperti fotografer profesional. Saya sendiri lebih suka tampil low profile atau sesuai dengan keadaan, misalnya kalau di acara pernikahaan, saya akan pakai jas dan celana sopan, bila memotret acara kampus, saya akan pakai baju biasa seperti mahasiswa lainnya. Tujuannya biar tidak banyak mata menuju pada saya sehingga orang disekitar saya tidak melulu memperhatikan saya atau terganggu karena kehadiran saya.

Tapi mungkin Anda berpendapat lain. Mungkin Anda ingin tampil beda atau ingin dikenali sebagai fotografer pro sehingga orang segan pada Anda atau untuk menarik orang untuk menjadi klien Anda. Oleh sebab itu, ada beberapa saran supaya Anda terlihat seperti fotografer profesional.

  • Pakai kamera yang besar lalu pasang battery grip dibawahnya sehingga kamera terlihat lebih besar. Kalau perlu bawa dua kamera atau lebih.
  • Pakai lensa telephoto zoom yang panjang, lalu sering keker-keker dan mainkan zoom atau fokusnya.
  • Pakai jas khusus fotografer yang berkantong banyak.
  • Bawa tripod yang besar dan panjang
  • Bawa buku catatan kecil dan pena, kemudian kadang-kadang mencatat-catat sesuatu. Ini akan membuat orang berpikir, wah serius juga fotografernya.

Dengan mempraktekkan ide-ide diatas ini, semoga Anda terlihat lebih profesional, tapi jangan sampai overdosis seperti dibawah ini:

Rabu, 24 Februari 2010

about photograph :)

Langkah langkah Belajar fotografi dari nol

Belajar digital fotografi adalah sesuatu yang kompleks. Maka dari itu banyak orang mungkin kebingungan bagaimana cara belajarnya.. harus memulai darimana? nah post ini berupaya untuk memberikan langkah-langkah praktis dalam belajar fotografi.

Pertama-tama kita memerlukan kamera. Berdasarkan ukuran sensor, kamera terbagi dua, kamera saku dan kamera DSLR. Lalu apa bedanya kamera saku dan kamera DSLR? Saya cuma mampu membeli kamera saku, apakah saya tidak bisa belajar fotografi dengan kamera saku? Jangan takut, meski murah, kamera saku memiliki kelebihan tersendiri dan jangan jadikan halangan untuk belajar fotografi.

Kedua kita perlu belajar tentang eksposur cahaya. Inti dari fotografi adalah eksposur, atau total cahaya yang masuk ke dalam sensor peka cahaya. Karena cahaya tersebutlah, foto itu terbentuk. Peran kita sebagai fotografer adalah mengendalikan jumlah cahaya yang masuk dengan mengubah besarnya bukaan lensa, kecepatan rana dan ISO. Tiga elemen ini saya sebut sebagai segitiga emas fotografi.

Ketiga, kita tentu harus mempelajari kamera kita, terutama mode*nya pengukuran cahaya (metering) dan auto fokus.

Keempat, kita perlu tahu apa itu kedalaman fokus (depth of field) dan apa faktor-faktornya.

Kelima, kita harus tau bagaimana mengambil gambar yang tajam dan tidak kabur.

Keenam, kita harus mempelajari komposisi foto yang baik dan menarik.

Ketujuh, kita harus mempelajari karakter cahaya terutama arah dan intensitas cahaya.

Kedelapan, kita harus belajar antisipasi dan mengambil foto pada waktu yang tepat.

Kesembilan, kita harus belajar bercerita lewat foto, entah dengan satu foto atau satu seri foto.

Kesepuluh, kita harus belajar mengolah foto dengan efek digital. Olah foto di era digital mudah dipelajari dan membuka bab baru dalam fotografi digital.

Demikian kira-kira runtutan belajar fotografi untuk pemula. Seperti yang Anda lihat, masih banyak tulisan yang saya bisa bahas dari tiap langkah tersebut. Fotografi merupakan ilmu yang berkembang begitu pesat dan tidak ada habisnya, namun bila menemui kesulitan, harap jangan menyerah dan pelajari dan terus praktekkan .


Tipe Fotografer

Sudah merupakan sifat alami manusia untuk memilah-milah dan mengkategorikan mahkluk hidup, benda mati dan sebagainya tidak terkecuali fotografer. Dalam dunia fotografi internasional dikenal beberapa istilah atau jenis fotografer menurut saya.

Amatir (Amateur)
Fotografer amatir adalah fotografer yang mencintai (passionate about) fotografi. Fotografer amatir tidak dibayar untuk berkarya, tapi karya mereka sering lebih baik daripada yang dibayar. Fotografer amatir sebagian besar tidak mendapat pendidikan fotografi secara formal. Mereka mendapatkan pengetahuan fotografi secara

informal seperti dari teman, buku, internet dan sebagainya.

Profesional
Fotografer profesional adalah fotografer yang dibayar untuk melakukan tugas tertentu (assignment). Pekerjaan utama fotografer ini adalah fotografi. Tugas-tugas fotografer profesional antara lain seperti iklan, fashion, potret, produk atau event seperti pernikahan, ulang tahun dan sebagainya.

Banyak anggapan bahwa karya fotografer profesional pasti baik, tapi hal ini tidak tentu benar, karena karya fotografer dipengaruhi oleh keinginan pelanggan atau klien. Fotografer profesional juga tidak tentu memakai

peralatan fotografi yang termahal. Mereka sangat mempertimbangkan ROI (return of investment). Apakah pembelian alat baru dapat meningkatkan daya saing atau penghasilan mereka? Bila tidak, mereka akan tetap mengunakan peralatan fotografi yang telah mereka miliki.

Teknikal
Fotografer ini lebih fokus di dalam mendokumentasi foto apa adanya daripada nilai seni. Contohnya adalah foto astronomi misalnya bulan, bintang, etc, foto makro / close up benda-benda kecil seperti barang-barang antik, batu mineral, kereta api dan sebagainya.

Casual / sehari-hari
Ini termasuk semua orang yang memiliki kamera dan mendokumentasikan momen dalam bentuk foto

. Fotografer casual tidak memiliki pendidikan formal/informal tentang fotografi, contohnya seperti ibu yang mengambil foto anaknya. Atau seorang remaja mengambil foto temannya. Sebagian besar fotografer casual mengunakan kamera saku atau telepon selular.

Bukan fotografer
Orang yang bukan fotografer adalah orang yang tidak memiliki kamera atau alat untuk merekam gambar, atau orang yang memiliki kamera, tapi tidak pernah/hampir tidak pernah mengunakannya untuk mengambil foto dengan tujuan artistik maupun komunikasi. Mereka biasanya lebih tertarik untuk mengkoleksi alat fotogr

afi atau melakukan pengukuran alat fotografi dan membandingkannya dengan alat fotografi lainnya.

Inilah empat kategori utama yang saya piker mewakili komunitas fotografi saat ini. Bila Anda memiliki tambahan, silahkan menambahkan atau memberikan pandangan.


Belajar Fotografi

Meskipun cukup rumit, fotografi bisa dipelajari siapa saja, tua maupun muda, lelaki maupun perempuan, orang barat maupun timur. Ada beberapa jalur dalam belajar fotografi tapi yang populer yaitu jalur formal atau pendidikan, dan jalur informal yaitu secara otodidak.

Jalur pendidikan formal yaitu mempelajari fotografi di sekolah atau kuliah. Jalur pendidikan informal yaitu

mempelajari fotografi dengan usaha sendiri, misalnya belajar dari orang yang lebih menguasai fotografi, membaca buku, atau dengan latihan sendiri.

Lalu jalur mana yang terbaik? Sulit menentukan yang terbaik untuk setiap orang. Menurut fakta di lapangan, jalur apapun bisa mengantar Anda menjadi fotografer yang mahir namun Anda perlu mengetahui kelebihan dan kekurangan tiap jalur sehingga bisa memilih yang paling cocok untuk Anda.

Jalur pendidikan formal biasanya memerlukan biaya cukup besar dan waktu yang tidak fleksibel. Tetapi banyak kelebihan dalam menempuh pendidikan formal dalam fotografi. Pertama, Anda memiliki seorang mentor/guru

yang dapat membimbing Anda sehingga proses belajar menjadi lebih efektif. Kedua, Anda dituntut disiplin dalam mengerjakan tugas. Ketiga, Anda akan belajar tentang konsep dan sejarah fotografi. Mungkin hal terakhir ini yang membedakan antara fotografer yang belajar di jalur formal dan informal. Dengan menguasai konsep fotografi dan memahami sejarah fotografi, hasil karya akan lebih efektif mengkomunikasikan atau mengekspresikan apa yang ingin Anda sampaikan. Selain itu Anda juga dapat mengapresiasi karya fotografer lain.

Jalur pendidikan informal merupakan jalur yang sangat populer karena tidak diperlukan biaya dan waktu belajar fleksibel tergantung dari banyaknya waktu yang kita miliki. Fotografer yang belajar secara otodidak


menghabiskan waktu untuk latihan foto sendiri, membaca buku / artikel di internet atau belajar dari teman atau klub fotografi. Kelemahan jalur ini adalah kecenderungan kita menjadi tidak disiplin, tidak ada guru pembimbing sehingga bila kita kesulitan, relatif sulit mencari bantuan. Ketiadaan guru juga menjadi masalah ketika kita harus evaluasi karya foto kita. Maka dari itu pentingnya menjadi mentor, seorang yang lebih ahli dari kita untuk membantu perkembangan ilmu fotografi kita.

Karena dalam jalur informal kita dapat memilih jenis fotografi yang kita suka secara langsung, maka waktu belajar menjadi lebih efisien dan kita lebih terasah dalam belajar bidang tersebut. Sedangkan dalam jalur informal, kita diharuskan untuk belajar berbagai jenis fotografi tidak peduli apakah kita menyukai jenis fotografi tersebut atau tidak. Contohnya, kita menyukai foto potret, tapi dalam kelas fotografi, kita juga diharuskan untuk belajar foto produk dan foto makro.

Selain jalur diatas, kita juga bisa belajar fotografi dengan menghadiri workshop dan seminar fotografi untuk mengisi apa yang kurang dari ilmu fotografi kita. Belajar dari jalur ini kurang lebih merupakan campuran dari jalur formal dan informal. Yang perlu diperhatikan bagi yang menyukai workshop dan seminar adalah materi acara dan reputasi pembicara. Banyak event organizer yang menyelenggarakan workshop dan seminar dengan tujuan mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya sehingga kualitas materi dan pembicaranya jauh dari standar. Selain itu, kadangkala, workshop diadakan untuk memamerkan karya fotografer, bukan untuk mendidik sehingga setelah selesai mengikuti workshop, peserta tidak merasa mendapatkan ilmu baru. Untuk itulah diperlukan penelitian terlebih dahulu sebelum mengikuti workshop atau seminar, sehingga Anda mendapatkan apa yang Anda inginkan, baik ilmu maupun sumber inspirasi.

Lalu jalur pendidikan mana yang paling ideal? Setiap orang memiliki interes yang berbeda-beda dan memiliki kebutuhan khusus. Saya harapkan dengan adanya artikel ini dapat membantu menentukan jalur pendidikan yang paling cocok untuk Anda.

Ingin kelihatan seperti fotografer profesional ?

Terkadang saya suka heran mengapa banyak fotografer amatir atau bahkan pemula ingin terlihat seperti fotografer profesional. Saya sendiri lebih suka tampil low profile atau sesuai dengan keadaan, misalnya kalau di acara pernikahaan, saya akan pakai jas dan celana sopan, bila memotret acara kampus, saya akan pakai baju biasa seperti mahasiswa lainnya. Tujuannya biar tidak banyak mata menuju pada saya sehingga orang disekitar saya tidak melulu memperhatikan saya atau terganggu karena kehadiran saya.

Tapi mungkin Anda berpendapat lain. Mungkin Anda ingin tampil beda atau ingin dikenali sebagai fotografer pro sehingga orang segan pada Anda atau untuk menarik orang untuk menjadi klien Anda. Oleh sebab itu, ada beberapa saran supaya Anda terlihat seperti fotografer profesional.

  • Pakai kamera yang besar lalu pasang battery grip dibawahnya sehingga kamera terlihat lebih besar. Kalau perlu bawa dua kamera atau lebih.
  • Pakai lensa telephoto zoom yang panjang, lalu sering keker-keker dan mainkan zoom atau fokusnya.
  • Pakai jas khusus fotografer yang berkantong banyak.
  • Bawa tripod yang besar dan panjang
  • Bawa buku catatan kecil dan pena, kemudian kadang-kadang mencatat-catat sesuatu. Ini akan membuat orang berpikir, wah serius juga fotografernya.

Dengan mempraktekkan ide-ide diatas ini, semoga Anda terlihat lebih profesional, tapi jangan sampai overdosis seperti dibawah ini:

*/ /* Use this with templates/template-twocol.html */ body { background:$bgcolor; margin:0; color:$textcolor; font:x-small Georgia Serif; font-size/* */:/**/small; font-size: /**/small; text-align: center; background-color:#dcdcdc; background-image: url(http://i730.photobucket.com/albums/ww305/profilebrand/Layouts/46animals/2304_bg.png); background-attachment: scroll; background-position: top left; background-repeat: repeat; border-color:#a80014; border-width:0px; border-style: solid; } a:link { color:$linkcolor; text-decoration:none; } a:visited { color:$visitedlinkcolor; text-decoration:none; } a:hover { color:$titlecolor; text-decoration:underline; } a img { border-width:0; } /* Header ----------------------------------------------- */ #header-wrapper { width:660px; margin:0 auto 10px; border:1px solid $bordercolor; background-color:$boxcolor; } #header-inner { background-position: center; margin-left: auto; margin-right: auto; } #header { margin: 5px; border: 1px solid $bordercolor; text-align: center; color:$pagetitlecolor; background-color:$boxcolor; } #header h1 { margin:5px 5px 0; padding:15px 20px .25em; line-height:1.2em; text-transform:uppercase; letter-spacing:.2em; font: $pagetitlefont; } #header a { color:$pagetitlecolor; text-decoration:none; } #header a:hover { color:$pagetitlecolor; } #header .description { margin:0 5px 5px; padding:0 20px 15px; max-width:700px; text-transform:uppercase; letter-spacing:.2em; line-height: 1.4em; font: $descriptionfont; color: $descriptioncolor; } #header img { margin-left: auto; margin-right: auto; } /* Outer-Wrapper ----------------------------------------------- */ #outer-wrapper { width: 660px; margin:0 auto; padding:10px; text-align:left; font: $bodyfont; } #main-wrapper { width: 410px; float: left; padding: 5px; border:1px solid $bordercolor; background-color:$boxcolor; word-wrap: break-word; /* fix for long text breaking sidebar float in IE */ overflow: hidden; /* fix for long non-text content breaking IE sidebar float */ } #sidebar-wrapper { width: 220px; float: right; padding: 5px; border:1px solid $bordercolor; background-color:$boxcolor; word-wrap: break-word; /* fix for long text breaking sidebar float in IE */ overflow: hidden; /* fix for long non-text content breaking IE sidebar float */ } /* Headings ----------------------------------------------- */ h2 { margin:1.5em 0 .75em; font:$headerfont; line-height: 1.4em; text-transform:uppercase; letter-spacing:.2em; color:$sidebarcolor; } /* Posts ----------------------------------------------- */ h2.date-header { margin:1.5em 0 .5em; } .post { margin:.5em 0 1.5em; border-bottom:1px dotted $bordercolor; padding-bottom:1.5em; } .post h3 { margin:.25em 0 0; padding:0 0 4px; font-size:140%; font-weight:normal; line-height:1.4em; color:$titlecolor; } .post h3 a, .post h3 a:visited, .post h3 strong { display:block; text-decoration:none; color:$titlecolor; font-weight:normal; } .post h3 strong, .post h3 a:hover { color:$textcolor; } .post p { margin:0 0 .75em; line-height:1.6em; } .post-footer { margin: .75em 0; color:$sidebarcolor; text-transform:uppercase; letter-spacing:.1em; font: $postfooterfont; line-height: 1.4em; } .comment-link { margin-left:.6em; } .post img { padding:4px; border:1px solid $bordercolor; } .post blockquote { margin:1em 20px; } .post blockquote p { margin:.75em 0; } /* Comments ----------------------------------------------- */ #comments h4 { margin:1em 0; font-weight: bold; line-height: 1.4em; text-transform:uppercase; letter-spacing:.2em; color: $sidebarcolor; padding: 5px; border:1px solid $bordercolor; background-color:$boxcolor; } #comments-block { margin:1em 0 1.5em; line-height:1.6em; } #comments-block .comment-author { margin:.5em 0; } #comments-block .comment-body { margin:.25em 0 0; } #comments-block .comment-footer { margin:-.25em 0 2em; line-height: 1.4em; text-transform:uppercase; letter-spacing:.1em; } #comments-block .comment-body p { margin:0 0 .75em; } .deleted-comment { font-style:italic; color:gray; } #blog-pager-newer-link { float: left; } #blog-pager-older-link { float: right; } #blog-pager { text-align: center; } .feed-links { clear: both; line-height: 2.5em; } /* Sidebar Content ----------------------------------------------- */ .sidebar { color: $sidebartextcolor; line-height: 1.5em; } .sidebar ul { list-style:none; margin:0 0 0; padding:0 0 0; } .sidebar li { margin:0; padding:0 0 .25em 15px; text-indent:-15px; line-height:1.5em; } .sidebar .widget, .main .widget { border-bottom:1px dotted $bordercolor; margin:0 0 1.5em; padding:0 0 1.5em; } .main .Blog { border-bottom-width: 0; } /* Profile ----------------------------------------------- */ .profile-img { float: left; margin: 0 5px 5px 0; padding: 4px; border: 1px solid $bordercolor; } .profile-data { margin:0; text-transform:uppercase; letter-spacing:.1em; font: $postfooterfont; color: $sidebarcolor; font-weight: bold; line-height: 1.6em; } .profile-datablock { margin:.5em 0 .5em; } .profile-textblock { margin: 0.5em 0; line-height: 1.6em; } .profile-link { font: $postfooterfont; text-transform: uppercase; letter-spacing: .1em; } /* Footer ----------------------------------------------- */ #footer { width:660px; clear:both; margin:0 auto; padding-top:15px; line-height: 1.6em; text-transform:uppercase; letter-spacing:.1em; text-align: center; padding: 5px; border:1px solid $bordercolor; background-color:$boxcolor; } /** Page structure tweaks for layout editor wireframe */ body#layout #header { margin-left: 0px; margin-right: 0px; } .bloggerBar { background-color:#ff6600; color:#114477; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size:10px; text-align:left; font-weigth:bold; padding:2px 2px 2px 6px;} .bloggerBar a {color:#114477;} .logo {float:right;padding-right:9px;} ]]>
 

❤ Designed by Rinda's Template ❤ Image by KF-Studio ❤ Author by Fathia Zata Dini